You are currently viewing Ringkasan Buku GRIT by Angela Duckworth

Ringkasan Buku GRIT by Angela Duckworth

Ringkasan Buku Grit

Kita sering mendengar nasehat seperti ini; ‘jangan menyerah’, ‘teruslah mencoba’, ‘coba sekali lagi’. Pada fase awal yang biasanya berat, sudah biasa kita mendengar dorongan untuk terus bertahan dan tidak mudah menyerah. Namun, meskipun kita sering mendengar penekanan nasehat untuk tidak mudah menyerah tersebut kita justru tidak benar-benar percaya bahwa hal itu lah yang akan membuat kita benar-benar bisa mencapai puncak kesuksesan. Malahan dalam hati, kita percaya bahwa bakat lah, bukan kegigihan, yang bisa mengantarkan seseorang dalam puncak kesuksesannya.

Pemikiran seperti ini lah, “mengunggulkan bakat daripada kegigihan”, menurut penulis Angela Duckworth KELIRU. Bakat terlalu dilebih-lebihkan. Justru apa yang kita sungguh perlukan adalah kegigihan dan kebulatan tekad.

  • Meskipun kita senang mengatakan bahwa kerja keras adalah kunci dari kesuksesan, tapi kita sering melakukan bias secara tidak sadar.

Dalam memilih calon pasangan, kualitas manakah yang lebih kita pedulikan : kepandaian atau penampilan ? bagaimana dengan merekrut calon karyawan, bakat alamiah atau etos kerja yang tinggi ? dalam dua pertanyaan tersebut , kita cenderung untuk menjawab dengan jawaban yang bertentangan dengan insting alamiah kita.

Sebuah survei dilakukan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Pertanyaan yang diajukan adalah mana yang lebih penting dalam meraih kesuksesan: bakat atau kerja keras? Hasilnya, sekitar 66% responden menjawab kerja keras. Kerja keras adalah kualitas yang mereka klaim sebagai kualitas yang mereka cari dalam mencari calon karyawan baru.

Opini tersebut tidak hanya berlaku pada dunia bisnis. Pada tahun 2011, psikolog Chia-Jung Tsay mengajukan pertanyaan serupa kepada para ahli dalam bidang musik.. Hasilnya, mayoritas mengatakan bahwa latihan dan kerja keras adalah kunci dalam kesuksesan dalam bidang musik.

Akan tetapi, apabila kita jujur pada diri kita, yang benar-benar kita percayai sebagai kunci kesuksesan adalah bakat dan bukan kerja keras.

Pada studi yang sama dilakukan di tahun 2011, para musisi ahli mendengarkan dua rekaman musik piano. Dikatakan kepada para ahli tersebut bahwa rekaman ini berasal dari seseorang yang memang  memiliki bakat alami dalam bermain piano, sedangkan rekaman lainnya dikatakan berasal dari seseorang yang telah berlatih keras selama bertahun-tahun.

Meskipun para ahli tersebut telah mengatakan sebelumnya bahwa mereka lebih menyukai kerja keras, mereka secara mengejutkan lebih memilih rekaman musik dari orang berbakat yang jauh lebih unggul. Padahal kenyataanya adalah, mereka disuguhkan pada pemain piano yang sama !

            Ketidak jujuran pada diri sendiri ini pun juga ditemukan pada dunia entreprenuer. Studi dilakukan oleh seoranh psikolog bernama Tsay. Tsay melihat pengalaman pada para entrepreneur dan melakukan temuan berupa berikut ini. Entrepreneur yang pekerja keras  memerlukan beberapa tahun pengalaman lebih lama dan paling tidak memiliki modal awal $40,000 ( setara Rp 547,750,000 ) lebih banyak jika harus bersaing dengan entrepreneur yang dianggap memiliki bakat alamiah.

            Contoh lain, jika seseorang kandidat dikatakan memiliki bakat alamiah untuk berhubungan atau terkoneksi dengan orang, maka mereka akan dianggap lebih bernilai daripada seseorang yang telah bekerja keras dalam membangun jaringan koneksi mereka sendiri selama bertahun-tahun.

  • Usaha bernilai dua lipat daripada bakat, sesuatu yang ditemukan oleh orang-orang sukses yang memiliki bakat kurang.

Usaha tidak hanya menghasilkan keahlian, akan tetapi ini juga membuahkan hasil. Hal ini lah yang menyebabkan usaha bernilai dua kali lipat daripada bakat.

Penulis membuat membuat persamaan untuk menyederhanakan hal tersebut: Untuk menentukan tingkat keahlian atau skill kita, anggap bakat alamiah kita dalam bidang tertentu sebagai variabel B ( Bakat ). Kemudian sejauh mana usaha kita dalam mengasah keahlian tersebut sebagai U ( Upaya). Lalu kalikan kedua variabel. Maka persamaanya menjadi :

B ( Bakat ) x U ( Upaya ) = S ( Skill )

            Namun dalam hal menghasilkan sesuatu karya, atau pencapaian, kita harus memasukkan variabel S (skill) dalam persamaan baru. Dan, sekali lagi, hasil kita akan tergantung dengan upaya yang kita keluarkan. Maka, persamaanya kali ini menjadi seperti ini :

S ( Skill ) x U ( Upaya ) = P ( Pencapaian )

Persamaan ini dapat kita lihat dalam dunia atletik. Meskipun kita semisal memiliki bakat alami, kita tetap harus melakukan banyak upaya untuk berlatih dan mengembangkan skill. Jika kita ingin meraih emas dalam olimpiade, pastinya kita akan benar-benar membutuhkan upaya luar biasa agar kita sampai ke sana.

            Energi yang luar biasa dalam suatu upaya sering ditemukan pada orang-orang yang terus fight untuk mengalahkan kekuranganya dalam bakat alamiah. Sebagai contoh, penulis pemenang award, John Irving. Jauh dari kata berbakat alami, John Irving harus bekerja ekstra keras semasa sekolahnya. Sempat tidak naik satu tahun, mendapatkan nilai C dalam kelas bahasa Inggris dan memiliki skor bahasa di bawah rata-rata dalam SAT.

            Namun ada alasan kenapa itu semua bisa terjadi. Ternyata, Irving memiiki penyakit disleksia dan membutuhkan lebih banyak waktu dibandingkan orang-orang pada umumnya dalam skill membaca dan menulis. Tetapi ia tidak menyerah. Irving malah menggandakan upaya dia dalam belajar melebihi setiap orang, sebuat kebiasaan yang ia terus pelihara dalam hidupnya.

            Akhirnya, Irving biasa menulis dan merivisi ulang draft tulisan novelnya hingga sepuluh kali. Dia tahu bahwa kegigihan dan kerja kerasnya akan terbayar. Hasilnya pun tidak mengkhianati upayanya. Novel Irving berjudul The World According to Garp memenangkan penghargaan The National Book Award pada tahun 1978.

            Will Smith, musisi pemenang Grammy Award dan aktor terkenal peraih nominasi Oscar, sering berpikir tentang bakat, upaya, ketrampilan, dan prestasi. “Saya tidak pernah menganggap diri saya mempunyai bakat khusus. Keunggulan saya adalah etika kerja yang gila-gilaan, memabukkan.”

            Pencapaian di mata Will Smith adalah kesiapan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan. Ketika diminta menjelaskan keberhasilanya mencapai kedudukan tinggi di kancah hiburan tertinggi, Hollywood, Will berkata :

Satu-satunya hal yang saya lihat sangat berbeda pada saya adalah: saya tidak takut mati di treadmill. Saya tidak akan membiarkan orang lain bekerja lebih baik daripada saya, titik. Anda mungkin lebih berbakat daripad saya, Anda mungkin lebih pintar daripada saya, Anda mungkin lebih seksi daripada saya. Anda mungkin lebih segalanya daripada saya. Anda mengungguli saya dalam sembilan kategori. Namun, bila kita naik treadmill bersama, ada dua  kemungkinan: Anda akan turun lerlebih dahulu ataua saya akan mati. Seserdaha itu

  • Dengan membuat cita-cita level rendah dan terus konsisten melakukannya, kita bisa merealisasikan cita-cita jangka panjang kita dan membuat mimpi kita serasa terus hidup.

Kita sering mendengar pepatah yang mengatakan bahwa kita harus melakukan apa yang kita cintai. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah kita harus tetap berkomitmen untuk terus melakukan apa yang kita cintai. Membuat tugas-tugas kecil harian adalah cara yang bagus agar kita tetap menjaga level upaya kita dalam mencapai tujuan besar atau pencapaian.

            Membuat tugas-tugas kecil atau kita bisa bilang cita-cita level rendah adalah cara kita untuk membeberkan jalan yang harus kita tempuh dalam menempuh tujuan kita.

            Banyak orang memiliki cita-cita yang dengan level sangat tingi, seperti menjadi seorang dokter spesialis, pengacara top, pengusaha sukses, pegawai paling berprestasi, atau atlit ptofesional. Memiliki tujuan besar seperti ini memang sangat menginspirasi, tetapi hal ini bisa membuat kita lupa dalam menentukan cita-cita level rendah yang harus kita capai terlebih dahulu sebelum kita berhasil meraih cita-cita tinggi tersebut.

            Berikut ilustrasinya, agar kita menjadi dokter spesialis, berikut ini adalah beberapa cita-cita level rendah yang pertama-tama harus kita tentukan. Seperti belajar dengan giat dan terus berlatih agar lulus seleksi masuk jurusan kedokteran. Setelah cita-cita level ini tercapai, ada beberapa cita-cita level rendah lagi, seperti datang ke kelas tepat waktu dan mengerjakan tugas-tugas yang didapatkan. Sehingga memastikan kita akan dapat mendapatkan nilai yang bagus.

            Bagaimanapun juga, memiliki cita-cita yang lebih tinggi dan visi yang jelas tetap penting agar membuat hari-harimu tetap bermakna dan menginspirasi. Tetap teguh pada rutinitas pencapaian cita-cita level rendah jauh lebih mudah dilakukan ketika kita memiliki gambaran ke depan yang jelas tentang apa yang sedang kita kerjakan. Apalagi jika kita memiliki passion mengenai hal tersebut.

            Tom Seaver dapat menjadi teladan kita. Dia adalah pemain baseball profesional. Semua hal yang ingin dia lakukan adalah mengenai melempar bola baseball. Selama karirnya, Seaver mendesain seluruh aspek kehidupannya agar memastikan bawah dia tetap menuju cita-cita besarnya yaitu melempar bola baseball, tetap terjaga dengan baik. Meskipun hal ini berarti dia harus tetap berada di dalam ruangan atau tertutup sinar matahari secara langsung saat dia harus bertraveling dalam musim panas sebab kepanasan (sunburn) akibat sinar matahari pada tangan yang dia buat untuk melempar bola dapat menggangu pencapaian cita-citanya.

            Itu adalah contoh seperti apa tetap loyal kepada cita-cita kita sendiri. Kesuksesan Seaver adalah hasil dari tujuan yang sederhana.

  • Sangat penting untuk memilih pekerjaan apa yang menarik bagi kita.

Sebuah survey yang dilakukan oleh Gallup pada tahun 2014 menyatakan bahwa dua per tiga dari seluruh pekerja di Amerika Serikat tidak merasa termotivasi dalam pekerjaan mereka, kebanyakan orang mengatakan bahwa pekerjaan mereka membosankan. Faktanya, hanya 13% dari pekerja yang mengatakan bahwa mereka merasa benar-benar terlibat dalam pekerjaan mereka.

            Statistik ini menunjukan fakta yang sederhana. Tidak penting seberapa besar kegigihanya yang kita miliki, jika kita ingin tetap merasa selalu termotivasi, adalah penting untuk melakukan suatu pekerjaan yang menarik bagi kita.

            Pada tahun 2003, psikolog bernama Mark Allen Morris mewawancarai ratusan pekerja Amerika Seriktat. Hasil survey tersebut mengonfirmasi bahwa orang-orang yang paling berbahagia ketika pekerjaan mereka bersinggungan dengan kesenangan pribadi mereka.

  • Cermatlah dalam cara kalian berlatih

Faktanya, berlatih dengan keras dapat membuang-buang waktu kita apabila kita tidak berlatih secara cermat.

            Orang-orang yang berlatih selalu lebih sukses dalam menguasai sebuah skill baru daripada orang yang tidak melakukan upaya untuk berlatih sama sekali. Menurut pakar psikolog kognitif Anders Ericsson, kunci dari kesuksesan ini adalah kecermatan dalam latihan.

            Bayangkan seorang atlet. Pelari yang sukses tidak sekedar berlatih dengan goal yang abu-abu atau tidak jelas di dalam pikiran mereka; mereka sangat presisi dan selalu memperhatikan pada setiap aspek mendetail dari latihan lari mereka, seperti terus memperhatikan bagaimana tubuh mereka bereaksi setiap kali latihan dan jarak yang berhasil mereka tempuh.

            Goal latihan mereka juga sangat presisi. Mereka berusaha berlari 100 meter lebih jauh dari latihan sebelumnya misalnya. Atau untuk mencapai kecepatan tertentu pada setiap akhir bulan. Keunggulan berlatih dengan cermat membuat kita tidak berlatih seperti autopilot, membantu menghindari repetisi, dan mengasilkan hasil yang jauh lebih baik.

  • Menemukan tujuan dalam pekerja kita adalah sebuah motivator terbaik, namun menemukan panggilan jiwa kita membutuhkan waktu

Sebenarnya adalah hal biasa saat suatu saat kita harus melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Serta kemungkinan kita akan menunda-nunda melakukan tugas yang menurut kita merepotkan. Cara terbaik dalam menghindari kebiasaan menunda-nunda adalah dengan menemukan tujuan dalam pekerjaan kita.

Motivasi dapat dengan mudah ditemukan apabila kita melakukan sesuatu yang kita cintai. Tetapi menyadari kenyataan bahwa pekerjaanmu berkontribusi atau memberikan manfaat untuk orang kebanyaakan juga dapat membantu kita termotivasi dalam bekerja. Riset pada tahun 2015 menunjukkan bahwa mereka yang melihat pekerjaanya sebagai panggilan jiwa dalam membantu orang lain adalah meraka yang merasa sangat puas.

Kita tak semerta-merta langsung bisa menemukan panggilan jiwa kita, akan tetapi terkadang kita harus tetap mengerjakan sesuatu pekerjaan sampai kita menemukan panggilan tersebut. Itu artinya, kita mengembangkan passion kita seiring perjalanan waktu.

            Pesan utama dalam buku GRIT karya Angela Duckworth ini adalah berikut ini; Memang benar jika kita harus mengerjakan sesuatu yang kita cintai, tetapi faktanya adalah kita pasti akan menemui jalan yang penuh halangan dalam prosesnya. Terus bekerja dengan keras memang dapat mengantarkan kita pada keragu-raguan, dan itulah mengapa kita butuh kegigihan. Dengan determinasi yang tinggi atau tekad yang kuat, kita dapat memotivasi diri kita sendiri untuk tetap bekerja sampai tujuan tercapai dan tetap bertahan dalam masa-masa tersulit.